Hukum Tabarruk (Mengambil Berkat)‏

“Hey Din…aku baru dapat batu cantik nih,” kata si Umar.

“Wah kemungkinan besar, batu ini ada berkatnya. Dimana kamu dapatkan?” kata Udin sambil menunjukkan minatnya.

“Oh aku dapat di kuburan wali di kampung seberang,” jawab si Umar lagi.

“Wah makin top aja tuh, mari kita berdo’a melalui keberkahan batu ini. Bukankah setiap ciptaan Allah ada keberkahan?” ajak si Udin.

Wait…tunggu dulu, tidak semudah itu bro. Kalau tidak hati-hati, malah jatuhnya menjadi syirik. Gini nih penjelasannya.

Sudah menjadi pengetahuan umum, kaum Muslim sangat mengharapkan barakah dalam hidupnya. Usaha mencari barakah ini disebut dengan “Tabarruk” yang ternyata sangat rapat kaitannya dengan tauhid seorang muslim. Salah dalam mengambil barakah, hanya mendatangkan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Mendatangkan Barakah.

Tabarruk adalah salah satu bentuk ibadah yang merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah. Maka diperlukan dalil untuk melakukannya. Beban membawa dalil ini di atas bahu mereka yang menyatakan boleh, bukannya di atas bahu mereka yang menyatakan tidak boleh. Suatu ibadah tidak akan diterima di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala bila syarat-syarat di bawah ini tidak terpenuhi:

Apakah ibadah itu ikhlas dilakukan semata-mata karena Allah SWT?
Apakah amalan yang dibuat itu sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam?

Jadi kalau ada yang bertanya, “Adakah hadith sahih atau firman Allah yang mengatakan tidak boleh bertabarruk dengan walil-wali, atau guru-guru yang mempunyai sanad hingga Rasulullah saw?

Maka kita bisa menjawab kembali, “Bawakan bukti bahwa para sahabat pernah melakukan hal tersebut dengan sahabat-sahabat yang lain setelah kewafatan Nabi saw. Apakah mereka mengambil berkat dari air liur sahabat, badan-badan sahabat, dll?”

Bagaimana Cara Tabarruk?

Agar amalan tabarruk kita sesuai dengan bimbingan Rasulullah SAW, maka kita perlu mengetahui bagaimana tabarruk yang disyariatkan dan tabarruk yang dilarang.

Ada beberapa macam tabarruk syari’i yang berkaitan dengan ucapan, perbuatan, tempat dan waktu.

Ucapan.

Misalnya membaca Al Qur’an. Sebagaimana hadits Abu Umamah Al Bahili Radiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim bahwa Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Bacalah Al Qur’an karena dia (Al Qur’an) akan datang sebagai syafaat pembacanya pada hari kiamat.”

Amalan perbuatan.

Misalnya shalat berjama’ah di masjid  berdasarkan hadits ‘Utsman bin ‘Affan Radiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan Muslim bahwa beliau (Utsman) berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: ”Barang siapa yang berwudhu untuk menunaikan sholat lalu dia menyempurnakan wudhunya, kemudian berjalan kaki untuk sholat wajib lalu sholat bersama manusia atau jama’ah atau di dalam masjid maka Allah mengampuni dosa-dosanya.”

Tempat-tempat tertentu.

Tabarruk dengan tempat-tempat tertentu yang memang Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan padanya barakah jika ditunaikan amalan-amalan yang syar’i di dalamnya. Di antaranya Masjid-Masjid Allah Subhanahu wa Ta’ala khususnya Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjidil Aqsha, kota Makkah, kota Madinah dan Syam.

Waktu-waktu tertentu.

Tabarruk dengan waktu-waktu yang telah dikhususkan oleh syari’at dengan anugerah barakah, misalnya bulan Ramadhan, Lailatul Qadar, sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, hari Jum’at, sepertiga malam terakhir setiap harinya, dan lain-lain. Tentunya di dalam waktu-waktu tersebut dipenuhi dengan amalan-amalan syar’i untuk mendapatkan barakah.

Perkara Hissi.

Tabarruk dengan perkara hissi (yang mampu dirasa oleh pancaindera), misalnya ilmu, dakwah, dan semisalnya. Maka seseorang akan bertabarruk dengan ilmu dan dakwahnya yang mengajak kepada kebaikan. Jadilah perkara ini sebagai barakah kerana kita mendapat banyak kebaikan yang melimpah dengan sebab ilmu dan dakwahnya.

Mencari berkat dari orang-orang shalih.

Kemudian ada yang bertanya , “Apakah hukum mencari barakah dari bekas-bekas orang-orang sholih atau tempat-tempat mulia?”

Asy Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh rahimahullah di dalam Fathul Majid Syarah Kitabut Tauhid halaman 167–168 menyatakan, bahawa tabarruk dengan bekas-bekas orang-orang shalih termasuk bentuk tabarruk yang terlarang, karena beberapa alasan.

Orang-orang terawal masuk Islam dari kalangan Shahabat dan setelah mereka, tidak pernah melakukan hal itu kepada orang selain Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, tidak ketika hidupnya atau setelah wafatnya. Kalau seandainya hal itu baik, maka niscaya mereka akan mendahului kita dalam mengamalkannya.

Tidak boleh seorangpun dari umat ini diqiaskan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam dalam perkara ini (tabarruk kepada dzat Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam), kerana NabiShallallahu ‘alaihi wassalam memiliki pengkhususan-pengkhususan ketika hidupnya yang tidak disamai oleh seorang pun.

Larangan tersebut sebagai pintu yang menutup jalan menuju kesyirikan yang tidak samar lagi.

Salih bin `Abdul-`Aziz bin Muhammad Aal ash-Shaikh menambahkan:

  1. Tabarruk dengan zat atau fisik makhluk hanya berkaitan dengan Rasulullah saw, bukan dengan orang-orang saleh, atau yang semacamnya.
  2. Orang-orang yang menerima barakah hanyalah orang yang bertauhid dan taat kepada perintah Allah dan rasul-Nya serta menjauhi larangan.
  3. Tabarruk dengan zat atau fisik Rasulullah saw tidak ada lagi setelah beliau wafat. Kecuali dengan anggota tubuhnya yang masih dapat dijumpai seperti janggut, dll. Masalahnya apakah dapat dipastikan bahwa janggut itu betul milik Rasulullah saw? Jadi barangsiapa yang menyatakan bahwa ia milik Rasulullah, maka perlu mendatangkan silsilah riwayat atau isnad yang membuktika ia benar-benar dari Rasulullah saw.
Supaya lebih memahami topik tabarruk ini, coba isi tabel di bawah ini.
No Contoh Kasus Syar’i TidakSyar’i
1 Dalam kisah Al-Jilaniy, banyak cerita tentang murid-murid mereka mengambil berkat dengan beliau.
2 Sahabat minum air kencing Nabi saw.
3 “Pergilah bersalaman dengan orang itu, supaya kamu nanti dapat berkat. Mana tahu jadi pandai sepertinya”.
4 Berebut-berebut mengambil ludah Rasulullah saw dan mengusap pada tubuh mereka.
5 Mengambil keringat Rasulullah saw untuk dijadikan minyak wangi.
6 Minum air sisa minuman seorang shaikh sewaktu tazkirah untuk ambik berkat.
7 Dalam satu majelis  ada acara bertabarruk dengan janggut Nabi saw.

Sumber: Disadur dari al-fikrah.net

By iemasen Posted in Aqidah

Leave a comment