Penghacuran Patung di Purwakarta

Penghancuran patung di Purwakarta

Saya teringat dengan sebuah kejadian beberapa tahun yang lalu di Melbourne, Australia. Pihak kotamadya Melbourne berencana mendirikan sebuah patung tepat di persimpangan jalan menuju mesjid IMCV di Melbourne. Tentu saja pihak mesjid tidak tinggal diam. Mereka memprotes rencana pendirian patung ini. Sudah bisa dipastikan bahwa pihak kotamadya Melbourne menolak keberatan ini dan tetap melanjutkan pendirian patung tersebut. Bagi orang yang tidak memahami aqidah Islam dengan baik, mereka pasti menganggap pihak mesjid IMCV adalah pihak yang  ekstrim.  Padahal apa yang mereka protes adalah apa yang seharusnya seorang muslim bereaksi ketika melihat sebuah patung didirikan.

Kalau pihak dari kotamadya Melbourne menolak keberatan dari pihak mesjid IMCV, maka itu adalah sesuatu hal yang wajar terjadi. Mereka bukan umat Islam, tambahan pula mereka tidak mengerti mengenai Islam sama sekali. Sebaliknya apa yang terjadi di Purwakarta adalah pemerintah daerah adalah orang Islam dan masyarakatnya pun kebanyakan orang Islam.

Dalam catatan selama ini, meski daerahnya bermayoritas muslim, Pemkab Purwakarta tergolong hobi mendirikan berhala agama Hindu. Kasus ini bukan saja kali ini terjadi. Tahun lalu, 9 Agustus 2010, Forum Umat Islam sudah meminta Pemkab merobohkan Patung Bima di tengah Kota. Dan hari ini umat muslim sudah tidak bisa lagi diam. Diantara berbagai berhala yang diruntuhkan umat muslim hari ini, tercatat mendera empat patung Hindu, yakni GatotKaca, Semar, Dharma Kusumah, dan Bima.

Ormas-ormas Islam dan pesantren-pesantren setempat telah menyampaikan keberatan sebelum pihak pemerintah setempat membangun patung tersebut. Tapi protes tersebut tidak digubris oleh Bupati Purwakarta, sehingga membuat kekesalan mereka semakin memuncak. Jadi ketika patung itu telah selesai didirikan, maka pihak ormas Islam dan pesantren merubuhkan patung tersebut.

Tentu saja peristiwa perubuhan patung ini yang disorot oleh media massa. Dengan demikian, tercapailah keinginan mereka untuk menggambarkan bahwa umat Islam di Purwakarta adalah umat Islam yang ekstrimis dan berasal dari aliran keras. Sehingga muncullah tuduhan bahwa agama Islam sudah dibajak oleh ormas-ormas dan pesantren-pesantren yang ekstrimis itu.

Tapi kenapa ya ada kiyai-kiyai yang malah membolehkan pemajangan patung-patung di jalan?

Sesungguhnya kiyai-kiyai tersebut dari golongan tariqat yang tidak sensitif dengan masalah aqidah. Mereka inilah yang malah mendorong umat Islam rajin pergi ke kuburan untuk mencari berkah. Apalagi kalau sekedar mendirikan patung, tidak ada masalah sama sekali bagi mereka.

Sedangkan disisi ulama-ulama ahlussunnah wal-jamaah (sunnah), patung adalah sesuatu yang sangat sensitif dalam masalah aqidah. Sesungguhnya patung-patung ini nantinya setelah berlalu masa yang panjang, manusia akan membungkukkan kepala, mengagungkannya dan menyembahnya. Dan kaum Nuh telah mendahului mereka dalam perkara itu dengan mendirikan patung-patung para pemimpin mereka, kemudian mengagungkan dan menyembahnya.

Mendirikan patung untuk berbagai macam tujuan adalah haram, baik untuk dijadikan sebagai monumen peringatan bagi seorang raja, panglima perang, pemimpim sautu kaum, tokoh-tokoh pembaharuan, atau tokoh-tokoh yang menjadi simbol kecerdasan dan kegagahan seperti patung Abi Al-Haul ataupun untuk tujuan lainnya, karena keumuman hadits shahih yang menjelaskan tentang pelarangan hal-hal demikian, dan karena patung-patung tersebut merupakan pemicu atau sarana bagi kemusyrikan sebagaimana yang terjadi pada kaum Nuh as.

Orang-orang Islam telah meniru orang Eropa dalam membuat patung pemimpin mereka baik di negeri Islam Arab maupun bukan Arab. Para ahli thariqat dan tasawwuf (kaum shufi) membuat pula gambar guru-guru mereka yang diletakkan di muka mereka pada waktu shalat dengan maksud supaya lebih semangat dalam beribadah ketika melihat gambar-gambar tersebut. Ini adalah perbuatan bid’ah dan mengantarkan kepada kesyirikan. Bahkan kalau sampai meminta bantuan kepada patung atau gambar tersebut untuk mengkhusyu’kan shalatnya atau berdo’a kepadanya dan lain-lainnya maka ini adalah kesyirikan yang nyata.

Pengikut-pengikut sunnah yang sebenarnya sangat menentang pembuatan dan pendirian patung di tempat-tempat umum, karena itu termasuk membelanjakan harta di dalam kebathilan. Patung-patung tersebut dibuat dengan biaya mahal sampai jutaan rupiah. Contohnya adalah patung “Tiga Mojang” setinggi 17 meter yang dibuat oleh pemahat Bali menghabiskan dana 2,4 milyar rupiah. Bayangkan uang sebanyak itu dihabiskan untuk membuat patung yang dikemudian hari berkemungkinan disembah orang kebanyakan.

Tepatkah Upaya Penghancuran Patung Tersebut?

Kalau seandainya pemerintahnya zalim, seperti memenjarakan pelaku-pelaku perusakan tersebut, yang kemudian dilanjutkan dengan pembubaran-pembubaran ormas Islam atau pesantren yang terlibat, ada baiknya penghancuran patung itu ditunda dulu. Ini demi kepentingan dakwah jangka panjang. Apa yang bisa dilakukan ormas-ormas Islam itu adalah tanpa rasa putus asa berusaha menyadarkan pihak pemerintah daerah akan kejelekan keberadaan patung-patung itu di sana.

Identitas Hindu di Indonesia

selama ini ada yang salah – secara mendasar – dalam pendidikan sejarah di sekolah-sekolah kita. Hindu-Budha diletakkan sebagai jati-diri bangsa, sedangkan Islam hanya diletakkan sebagai pelapis kayu, yang tidak meresap ke dalam jati diri bangsa. Tidak mengherankan, jika kemudian, simbol-simbol Islam dijauhkan dari berbagai aspek kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Secara ekstrim, rezim Orde Baru pernah berusaha menggusur berbagai identitas Islam dari kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan menggusur istilah-istilah Islam dan menggantikannya dengan istilah-istilah Jawa atau Hindu.

Jika anda masuk ke Kedutaan Indonesia di luar negeri, tengoklah, apakah di sana dipajang patung-patung dan candi, atau foto-foto masjid dan pesantren? Satu di sebuah negara Barat, dan satu di negeri Muslim. Saat memasuki ruang depan kantor KBRI, saya menjumpai sejumlah patung ini dan itu, replika candi ini dan itu. Saya tanyakan kepada seorang pejabat kedutaan, bukankah Indonesia adalah negeri Muslim, satu negara dengan jumlah pemeluk Islam terbesar di dunia? Mengapa tidak dipasang – misalnya — foto Masjid Demak, Masjid Menara Kudus, foto sejumlah pesantren, dan sebagainya — yang juga merupakan peninggalan sejarah penting di Indonesia?

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s