Minggu terakhir bulan Oktober lalu, saya bersama keluarga mengadakan perjalanan ke Kuala Lumpur (KL) dengan menaiki kenderaan sendiri dari Pulau Pinang. Jarak sekitar 380 km ditempuh selama 5 jam dengan kecepatan rata-rata 110 km/jam. Itu kecepatan maksimum yang diijinkan di Lebuh Raya Utara Selatan (North-South Highway). Kenderaan lain malah ada yang cuma memakan waktu selama 4 jam ke KL. Rahasianya apa? Tidak lain dan tidak bukan adalah dengan memacu kenderaan hingga mencapai 140 km/jam. Kecepatan seperti itu sama saja dengan menyabung nyawa.

Menggantung ayat seribu dinar
Salah satu kelebihan highway ini adalah banyak tempat peristirahatan di sepanjang jalan. Tempat peristirahatan ini sering disebut dengan “Hentian”. Ada banyak jenis Hentian ini. Yang paling kecil hanya memiliki fasilitas toilet dan balai-balai untuk duduk. Yang sedang ukurannya bisa memiliki foodcourt, mushalla, toilet dan “petrol station”. Paling besar lagi ada fasilitas supermarket, restoran ”fastfood”, bahkan ada yang dilengkapi dengan kedai-kedai menjual buah-buahan. Nah salah satu hentian yang terbesar di utara semenanjung adalah Hentian Tapah yang berada kira-kira diantara Penang dan KL.
Maka kami menghabiskan waktu kira-kira hampir 45 menit untuk buang hajat, makan dan membeli buah-buahan. Sudah menjadi kebiasaan saya untuk selalu memperhatikan apa isi di dalam sebuah kedai yang dimiliki oleh orang Melayu atau India Muslim lainnya. Saya suka melihat apakah di kedai itu digantung ayat seribu dinar dan jimat lainnya. Tidak perlu mencari lama, saya menemukan beberapa kedai buah-buahan yang menggantung ayat seribu dinar. Bahkan ada satu kedai yang menggantung jimat dengan ukuran besar. Sayangnya saya tidak berani memotret jimat yang hampir berukuran setinggi manusia. Terlalu menyolok mata penjaga kedai buah-buahan itu. Tapi tidak mengapa. Saya berhasil mengambil gambar sebuah kedai yang menggantungkan ayat seribu dinar.
Ada Apa Dengan Ayat Seribu Dinar?
Setiap memasuki kedai-kedai yang dimiliki oleh orang Islam seperti kedai-kedai makan (rumah makan atau restoran), mata saya selalu jelalatan memperhatikan gantungan ayat-ayat suci Al’Quran di dinding restoran-restoran itu. Biasanya mereka menggantung berbagai macam kaligrafi Islam di dinding restoran untuk menandakan restoran itu milik orang Islam. Tujuannya untuk memberitahukan orang Islam untuk tidak ragu-ragu makan di kedai mereka.
Coba tebak ayat Al’Quran apa yang sering digantung oleh para pemilik restoran itu? Itulah surah at-Talaq ayat 2 dan 3 atau yang populer disebut sebagai Ayat Seribu Dinar? Mereka berharap dengan menggantung ayat itu, maka mereka selalu meraih keuntungan dan terhindar dari segala macam kerugian. Apa isi ayatnya, sampai disebut Ayat Seribu Dinar?
At-Talaq [2] ……dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah (dengan mengerjakan suruhanNya dan meninggalkan laranganNya), niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar (dari segala perkara yang menyusahkannya),
At-Talaq [3] Serta memberinya rezeki dari jalan yang tidak terlintas di hatinya dan (Ingatlah), barang siapa berserah diri bulat-bulat kepada Allah, maka Allah cukuplah baginya (untuk menolong dan menyelamatkannya). Sesungguhnya Allah tetap melakukan segala perkara yang dikehendakiNya. Allah telahpun menentukan kadar dan masa bagi berlakunya tiap-tiap sesuatu.
Sebenarnya ayat tersebut menuntut seseorang agar bertaqwa kepada Allah untuk mendapatkan ganjaran keluar dari segala masalah dan mendapatkan rezeki dari sumber yang tidak disangka-sangka. Ayat-ayat itu sebenarnya untuk dipahami maksudnya, bukan untuk digantung didinding. Kalau sudah digantung didinding dan percaya akan kemujaraban ayat itu, maka ini disebut juga dengan jimat pelaris (tangkal pelaris dalam bahasa Malaysia).
Mungkin para pemilik restoran itu akan menyangkal, “Jangan asal tuduh bang. Itu bukan jimat. Kami menggantung ayat seribu dinar itu agar mudah dibaca dan diamalkan.” Siapa yang baca? Pengunjung restoran atau pekerja restoran? Mana sempat mereka baca ayat-ayat itu. Yang satu sibuk memilih makanan yang hendak dimakan, yang lainnya sibuk mengantar pesanan pengunjung. Kenapa tidak di hafal saja? Toh, ayat-ayat itu tidak terlalu panjang.
Saya tidak melihat adanya tujuan lain, selain untuk melariskan dagangan mereka dengan menggantung ayat seribu dinar itu. Sebenarnya maju tidaknya usaha kita semata-mata tergantung kepada rahmat Allah. Orang yang bersungguh-sungguh memajukan usananya belum tentu usahanya menjadi maju kalau Allah belum memberikan rahmatNya. Maka rajin-rajinlah berdo’a kepada Allah agar usahanya bisa maju. Apakah ini belum mencukupi juga?
Mengharapkan berkah dari jimat adalah sebuah bentuk penyembahan yang hukumnya adalah syirik. Inilah yang dinamakan mempersekutukan Allah dengan perantaraan lain yaitu jimat. “Tapi kita cuma berikhtiar saja bang dengan memakai jimat ini. Rahmat Allah jugalah yang kita cari dengan memakai jimat. Mana ada kita menyembah jimat. Kita masih sholat 5 waktu bang,” kilah mereka. Itulah beda agama Islam dengan agama lain. Umat Islam berhubungan dengan Allah secara langsung tanpa melalui perantara, tidak seperti yang kita temui pada agama Hindu atau Budha. Mereka memohon sesuatu kepada Allah/tuhan melalui perantara seperti berhala atau tuhan-tuhan selain Allah.
Jadi janganlah kita memakai jimat untuk melariskan dagangan kita, karena konsekuensi yang sangat berat yaitu membawa kepada syirik. Akibatnya hati menjadi rusak, iman tergadai dan hukum halal-haram tidak lagi menjadi penting baginya.