Mungkin ada yang salah paham ketika saya mengatakan bahwa percaya semua agama benar bisa membatalkan syahadah alias murtad. Barangkali ada yang naik darah juga karena dianggap murtad. Bukan salah mereka juga sih, kalau mereka salah paham mengenai isu murtad ini. Sumber kesalahpahaman adalah karena ketidakmampuan untuk membedakan antara mengkafirkan perbuatannya atau mengkafirkan pembuatnya. Ah masak iya? Sama saja kelihatannya.
Coba bandingkan dengan kasus berikut ini. Semua orang tahu bahwa pembunuhan adalah perbuatan yang jahat yang akan menyebabkan pelakunya dipenjara. Jikalau pembunuhan adalah perbuatan yang jahat, maka otomatis orang yang melakukannya juga disebut jahat. Betul tidak? Tunggu dulu, jangan buru-buru. Kenapa begitu? Karena hanya pengadilanlah yang berhak memutuskan seseorang itu bersalah melakukan pembunuhan. Kalau pengadilan mendapati sebaliknya (misalnya saja orang tersebut membunuh untuk membela diri, membunuh karena tidak tahan disiksa setiap hari oleh orang yang dibunuhnya, atau membunuh untuk menyelamatkan nyawa keluarganya), bisa saja pengadilan memutuskan bahwa orang tersebut tidak bersalah (alias tidak jahat) walaupun telah melakukan pembunuhan.
Kalau pernah dengar kasus Kiranjit Ahluwalia yang membunuh Deepak suaminya di Inggris sekitar tahun 1989, maka mereka akan mengerti maksud saya. Pada awalnya Kiranjit dihukum seumur hidup karena membunuh suaminya yang pemabuk berat. Tapi pada akhirnya Kiranjit dibebaskan dari tuduhan tersebut (walaupun sempat dipenjara 3 tahun) karena didapati Kiranjit selalu disiksa suaminya. Karena tidak tahan lagi, Kiranjit membakar kaki suaminya. Apakah Kiranjit jahat? Bukankah dia telah melakukan pembunuhan? Ternyata menurut pengadilan Kiranjit tidak berniat membunuh suaminya. Kiranjit menderita depresi karena selalu dihajar hingga babak belur oleh suaminya yang pemabuk.
Jadi kalau saya katakan bahwa menganggap semua agama itu benar adalah perbuatan yang menyebabkan murtadnya seseorang, ini tidak berarti orang yang mengatakannya otomatis menjadi murtad. Kita tidak boleh mengkafirkan seorang muslim dengan sewenang-wenang. Hanyalah pengadilan agama yang berhak memutuskan bahwa orang tersebut murtad atau tidak.
Dalam sebuah pemerintahan Islam, orang yang dicurigai murtad akan dituntut oleh pemerintah tersebut ke pengadilan agama. Pengadilan agama kemudian melakukan pemeriksaan secara teliti untuk melihat apakah layak orang ini untuk dijatuhi hukuman murtad. Pengadilan agama juga akan melihat apakah orang ini betul-betul mengerti apa yang diucapkannya atau hanya ikut-ikutan saja setelah membaca media-media massa yang terpengaruh oleh ideologi barat. Atau orang ini dipaksa mengatakan semua agama benar dengan alasan tertentu, padahal hatinya mengatakan sebaliknya. Pengadilan agama juga akan menyuruh orang tersebut menghadiri konsultasi guna menjernihkan pemikirannya yang salah itu. Jadi pengadilanpun tidak seenaknya memutuskan orang tersebut murtad. Nah, mekanisme seperti inilah yang tidak ada di negara kita. Jadi bagaimana dong?
Bagi kita sebagai orang awam sudah cukup apabila kita mengetahui bahwa perbuatan yang menyamakan semua agama adalah perbuatan yang bisa membatalkan syahadah. Masalah murtad atau tidaknya orang itu, serahkan saja kepada Allah SWT selama pengadilan agama belum memiliki wewenang untuk menghukum murtad seseorang.
Tapi ingat walaupun mereka yang menganggap semua agama itu benar, tidak dianggap murtad di sisi manusia karena ketiadaan pengadilan agama, bisa jadi mereka murtad disisi Allah SWT. Jadi berhati-hatilah wahai sobat.