Menyadari betapa besar kerusakan yang ditimbulkan filsafat terhadap pemahaman kaum muslimin terhadap agamanya, maka para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah dulu dan sekarang tiada henti-hentinya memperingatkan umat Islam dari bahaya filsafat. Ilmu filsafat dikembangkan dalam bentuk-bentuk baru seperti ilmu kalam, ilmu mantiq, ilmu falaq, dan lain lain. Ini adalah dalam rangka mengelabui umat Islam dari pertentangan filsafat dengan islam sehingga menyeret umat Islam keluar dari agamanya tanpa terasa.
Dalam hal ini Al-Hafidh Jamaluddin Abil Faraj Abdurrahman Ibnul Jauzi Al-Baghdadi rahimahullah (meninggal tahun 597 Hijriah),beliau menerangkan dalam kitab karyanya berjudul Talbis Iblis (Perangkap Iblis) halaman 82 (cet. Matba’ah An-Nahdlah, tahun 1928 M):
Sesungguhnya iblis apabila telah berhasil menyesatkan orang-orang bodoh dengan menjerumuskan mereka ke dalam sikap taqlid (yakni mengikuti tanpa mengerti, pent) dan menggiring mereka seperti menggiring binatang ternak. Iblis pun kemudian melirik golongan lain dari Bani Adam yang mereka ini mempunyai kecerdasan dan kepandaian. Maka mereka pun disesatkan sesuai dengan kadar kemampuannya menguasai mereka. Maka sebagian dari mereka digiring; kepada kesan betapa jeleknya kejumudan dalam bertaqlid dan dianjurkan setelah itu untuk memahami agama dengan akal pikirannya sendiri dan kemudian setiap dari mereka disesatkan dengan berbagai cara. Sebagian mereka disesatkan dengan satu kesan, bahwa terpaku dengan pengertian dhahir syariat adalah kelemahan, sehingga mereka digiring kepada salah satu dari madzhab-madzhab filsafat. Dan terus mereka berkembang dalam madzhab filsafat itu dalam memahami makna batin syariah, sehingga filsafat itu mengeluarkan mereka dari Islam.
Selanjutnya Ibnul Jauzi menegaskan:
Dari mereka ini ada pula yang disesatkan oleh Iblis dengan digiring kepada kesan baiknya prinsip tidak mempercayai adanya sesuatu kecuali kalau sesuatu itu bisa dirasakan keberadaannya oleh panca indera Dikatakan kepada mereka: Dengan panca indera, kalian bisa mengetahui bukti kebenaran omongan kalian.
Kemudian beliau menambahkan:
Dan sebagian mereka (orang-orang yang cerdas dan pandai) itu ada yang ditanamkan rasa benci oleh iblis terhadap taqlid dan sebagai gantinya ditanamkan semangat mendalami ilmu kalam dan meneladani sepak tejang kaum filosof, agar dengan cara demikian mereka bisa keluar dari lingkup orang awam. Demikianlah anggapan mereka. Padahal sesungguhnya beraneka ragam kesesatan para ahli ilmu kalam yang dengan ilmu kalam itu telah menjerumuskan mayoritas mereka kepada berbagai keraguan dan bahkan sebagian mereka telah tejerumus kepada atheisme. Dan para ulama ahli fikih terdahulu dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah, mereka diam, tidak man bicara tentang ilmu kalam, bukannya karena mereka tidak mampu untuk berbicara tentang hal tersebut, tetapi karena semata-mata karena mereka melihat bahwa ilmu kalam ini tidak akan menghilangkan dahaga orang yang haus dan kemudian orang yang sehat dengan ilmu ini tidak bisa menolak penyakit. Oleh karena itu mereka para ulama menahan diri untuk berbicara tentang ilmu ini dan mereka melarang umat untuk mendalami ilmu ini.
Sehingga Al-Imam Syafi’i mengatakan:
Sungguh seandainya seorang hamba Allah terjatuh pada segenap apa yang dilarang oleh Allah selain syirik, lebih baik baginya daripada mempelajari ilmu kalam.
Beliau (Imam Syafi’i) menyatakan pula:
Apabila engkau mendengar ada seseorang memperdebatkan tentang apakah nama Allah itu menunjukkan sifatnya atau tidak menunjukkannya, maka persaksikaniah bahwa orang yang berbicara demikian ini adalah ahli ilmu kalam, dan orang demikian ini tidak ada agamanya.
Juga beliau menyatakan:
Hukuman terhadap ulama ilmu kalam ialah mereka ini dipukul dengan pelepah kurma dan kemudian dikelilingkan di berbagai kampung dan kabilah untuk dinyatakan di hadapan mereka: Inilah balasan bagi orang yang meninggalkan Al-Kitab dan As-Sunnah dan terjun dalam ilmu kalam.
Berkata Al-Imam Ahmad bin Hanbal:
Tidak akan selamat selamanya orang yang berpegang dengan ilmu kalam. Ulama ilmu kalam itu adalah’para zindiq (yakni orang-orang yang menyembunyikan di hatinya kekafiran, tetapi menampakkan keimanan).
Demikianlah Ibnul Jauzi membawakan keterangan dan menukil perkataan ulama Ahlus sunnah tentang kedudukan ilmu kalam dan jahatnya ulama ilmu kalam. Padahal ilmu kalam hanyalah sebagian dari ilmu-ilmu filsafat.
Penutup
Demikianlah serunya pergolakan antara filsafat dengan Islam dan pergolakan ini terus berlangsung sampai hari ini, bahkan sampai hari kiamat. Ketika orang bersemangat dengan ilmu Al-Qur’an dan A1-Hadits maka filsafat akan terabaikan. Sebaliknya bila orang mulai mengabaikan ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits, maka mereka pun berkecenderungan kuat terhadap filsafat. Oleh karena itu untuk mengantisipasi berbagai kerusakan filsafat, umat Islam harus dibangkitkan semangat mereka mencintai dan mempelajari Ilmu Al-Qur’an dan AlHadits agar mereka mengerti Al-Haq dan Al-Batil dari berbagai sumber yang haq dan pasti. Dengan begitu mereka dapat menolak kebingungan dan kerancuan filsafat.
Source: From Hamba Allah
Berfilsafat adalah berfikir. Berfikir selevel dengan membaca. Keduanya memiliki fungsi penting untuk mengantarkan manusia pada ilmu. Ilmu adalah apa-apa yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Jadi berfilsafat bermanfaat untuk mengantarkan manusia kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Jika kemudian timbul fllsuf tidak beriman kepada kedua kitab itu, tidak lantas berarti filsafat menjadi sesat. Sebab bukankah, sesat itu pilihan. Pilihan timbul dari pemahaman. Pemahaman timbul dari berfilsafat, berfikir dan membaca. Jika kita membunuh potensi manusia untuk memilih, berfilsafat, berfikir dan membaca, bagaimana mungkin agama ini bisa diterima manusia. Akal itu, atau katakanlah filsafat itu, bisa mengenal kebenaran, tetapi tidak mampu meraih kebenaran, karena itu akal harus dipandu oleh wahyu supaya bukan cuma mengenal, tapi juga sampai pada kebenaran. Kita memang menyesalkan orang-orang yang ahli filsafat tetapi kemudian ia meninggalkan agamanya, dan memilih cara hidup yang oleh wahyu dikatakan sesat dan haram. Mereka adalah manusia berakal, tetapi tidak menerima wahyu. Saya setuju kalau ada yang berpendapat bahwa tokoh pertama pemuja akal adalah syetan. Tetapi ini tidak berati bahwa akal itu harus dibunuh, dikerdilkan, dikucilkan. Agama, adalah untuk yang berakal. Agama menaruh perhatian yang besar terhadap akal. Seharusnya seorang ulama, itu harus melampoi para filsuf baik dalam pengetahuannya terhadap filsfat, maupun dalam sistematika berfikirnya.
Beruntunglah ulama yang akalnya disinari cahaya wahyu, sumber kebenaran yang tak dapat dilampoi akal manusia. Tetapi, tidaklah bijak kita mengkritik filsafat tanpa melihat akan fungsi dan perannya yang besar dalam membuka cakrawala manusia terhadap keagungan Allah yang ada pada alam semesta, yang ada pada diri manusia sendiri.
Filsafat bisa menyesatkan. Ya, itu betul. Filsafat bisa meluruskan, itu juga betul. Ini bukan suatu kontradiksi. Filsafat itu alat. Alat itu mengikuti siapa yang menggunakannya. Kita mengenal para filsuf Barat, semuanya bukan muslim. Apalagi, tokoh-tokoh abad modern, hampir semuanya merupakan tokoh-tokoh matrealisme, yang menolak keberadaan Allah.Mereka manusia “besar” tetapi tidak bersanding dengan Islam. Ini tak perlu disayangkan. Yang patut kita sayangkan, kita Muslim, tetapi tidak berfikir besar, yang diakui oleh peradaban ilmiah zaman sekarang. KIta sudah punya agama yang besar, tetapi pemeluknya masih “tidur-tiduran”. Jumlah muslim 1 miliar, tapi konon Arab Saudi, tempat ulama salafi itu berasal, tak punya nyali untuk berperang membela negara tetangganya, yakni Palestina. Kemana suara ulama salafi dalam membela rakyat palestina? Dan penulis surat ini, sebetulnya belum sama sekali berbuat banyak untuk agama ini, apalagi untuk Palestina. Ini tanda kita miskin, daya jihad, my brother. Kutulis tulisan ini, sebagai tanpa cinta.
Menyadari betapa besar kerusakan yang ditimbulkan filsafat terhadap pemahaman kaum muslimin terhadap agamanya, maka para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah dulu dan sekarang tiada henti-hentinya memperingatkan umat Islam dari bahaya filsafat. Ilmu filsafat dikembangkan dalam bentuk-bentuk baru seperti ilmu kalam, ilmu mantiq, ilmu falaq, dan lain lain. Ini adalah dalam rangka mengelabui umat Islam dari pertentangan filsafat dengan islam sehingga menyeret umat Islam keluar dari agamanya tanpa terasa.
————————————
Waaw waaw waaw……!
Anggap saja pandangan di atas itu “BENAR”.
Kemudian saya tidak akan bertanya kepada akhli filsafat, tapi akan bertanya kepada pihak yang “BENAR”.
Inilah pertanyaan saya tolong jawab:
1) Berapa jumlah Bintang di Jagat Raya?
2) Berapa jumlah Galaksi di Jagat Raya?
3) Berapa jumlah Bintang di tiap Galaksi?
4) Kita semua memahami bahwa manusia terbangun dari 3 potensi: RUH, JASAD & NAFSU. Banyak para akhli & para ulama mengatakan bahwa RUH & NAFSU (Energi) abadi, hanya JASAD (Dzat/Fisik) saja yang musnah. Sebenarnya pada JASAD atau DZAT ada unsur keabadian. APA NAMANYA UNSUR KEABADIAN PADA JASAD/DZAT?
5) Mengapa di Al Qur’an tidak ada doa yang dimulai dengan kata ALLOHUMMA?
6) Mengapa di Al Qur’an hampir seluruh do’a dimulai dengan kata Rabb?
7) Apasih bedanga Alloh dengan Rabb?
Tujuh pertanyaan dulu aja, padahal bisa ribuan pertanyaan tapi saya enggan bertanya kepada akhli filsafat takut dituduh sesat.
Itulah pertanyaan saya kepada pihak yang mengklaim “BENAR’, Tapi kalau ternyata tidak bisa menjawab, maka akan saya tuduh langsung BAHWA YANG MENGKLAIM BENAR SESUNGGUHNYA ADALAH PIHAK YANG SESAT
Terima kasih