Ketika saya di Penang dulu, setiap mengikuti kajian agama Dr. Asri (Dr. MAZA), tidak pernah ada acara do’a setelah selesai acara. Paling-paling do’a penutup majelis. Nah ketika pindah ke negara ini, saya mengikuti sebuah kelompok kajian agama juga. Sebelum do’a penutup majelis biasanya ada pembacaan do’a. Pembaca do’a ini ditunjuk secara bergiliran. Tapi tidak semua orang siap dengan tugas ini. Kalau yang bertugas tidak datang, maka bersiap-siaplah ditunjuk sebagai pembaca do’a. Nah tugas mendadak yang membuat sebagian peserta KO 🙂
Pernahkah anda bertanya apa hukum membaca do’a setelah kajian ini?
“Emm…harus tahu juga ya apa hukumnya,” mungkin ada yang bertanya dengan keheranan.
Tentu saja kita harus bertanya darimana amalan itu berasal. Karena apa? Karena salah satu syarat diterima sebuah amalan adalah mesti ada contoh dari Rasululullah SAW.
“Tapi dimana mencari sumber tersebut ya? Saya tidak ada waktu untuk mencari,” sambung mereka lagi.
Jangan khawatir. Saya bisa membantu anda.
Doa khusus untuk penutup majelis adalah doa kaffaratul majelis. Disebut kaffarah lantaran sifatnya memang untuk menebus atau menghapus dosa, paling tidak atas segala kesalahan atau kelalaian selama majelis itu berlangsung. (Ahmad Sarwat, Lc.)
Ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW:
Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang duduk di suatu majelis lalu banyak melakukan kesalahan, hendalah berkata sebelum bangun dari majelisnya, “Maha suci Engkau Ya Allah, segala puji untuk-Mu, Aku bersaksi tiada tuhan kecuali Engkau, Aku meminta ampundan bertobat kepada-Mu.” Maka Allah akan mengampuni kesalahannya selama di majelis itu. (HR. Tirmizy dan Ahmad)
Sedangkan doa lain bersifat umum saja. Tidak ada dalil khusus yang diterima dari Rasulullah SAW dan diriwatkan secara ma’tsur.
Kalau tidak ada dalil khusus, bolehkah kita membacanya? Nah sebagai jawaban mari kita simak fatwa Syaikh Ibnu Baz.
Menurut Syaikh Ibnu Baz, tidak mengapa membaca do’a setelah pengajian atau sejenisnya. Tidaklah mengapa ustadz pemateri memohon kepada Allah agar Dia melimpahkan taufik, hidayah, niat dan amal yang baik untuk peserta yang hadir. Namun mengangkat tangan dalam acara do’a semacam ini tidak diketahui ada dalil yang mendukungnya. Kami tidak mengetahui ada hadith mengenai angkat tangan ketika ini, kecuali dalil-dalil umum yang mengatakan bahwa angkat tangan dalam doa penyebab terkabulnya do’a.
Namun kami tidak mengetahui adanya riwayat dari Nabi bahwa beliau setelah memberi pengajian mengangkat kedua tangannya untuk berdoa. Andai hal ini Nabi lakukan tentu para shahabat telah menceritakannya kepada kita. Para shahabat tidaklah membiarkan satu pun hal yang Nabi lakukan kecuali mereka menceritakannya kepada kita.
Sehingga yang lebih baik dan lebih hati-hati adalah tidak mengangkat tangan dalam doa dalam situasi semacam itu kecuali jika ada dalil khusus yang mendukung tindakan tersebut.
Sedangkan sekedar doa untuk audiensi setelah pengajian selesai dengan semisal kata-kata ‘semoga Allah mengampuni kita semua, semoga Allah melimpahkan taufik kepada kita sekalian, semoga kita bisa mengambil manfaat dari apa yang kita dengan’ atau kata-kata yang semisal, hukumnya adalah tidak mengapa.
Jika audiensi mengamini doa sang pemateri hukumnya juga tidak mengapa”.
Sumber: Fatawa Nurun ‘alad Darbi kaset no 610. transkripnya bisa dibaca di sini:
http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=17790
Menurut Syaikh Ibnu Baz, tidak mengapa untuk membaca do’a bagi para hadirin. Cuma acara mengangkat tangan ketika berdo’a itulah yang perlu kita sikapi secara berhati-hati.
Kalau kita mendapat tugas untuk berdo’a maka Ustadz Ahmad Syarwat memberitahukan adab berdo’a yang baik. Berdo’a lebih bagus kalau diawali dengan ucapan hamdalah, shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, baru kemudian permintaan kita. Lafadznya sendiri lebih baik diambil dari ayat-ayat al-Quran, lafadz yang diajarkan oleh Nabi SAW, baru terakhir do’a khusus yang terkait munasabah untuk majelis tersebut.
Sumber:
- Do’a dalam Suatu Acara/Rapat oleh Ahmad Sarwat, Lc.
- Artikel www.ustadzaris.com