Perkara pertama yang membedakan antara generasi al-salaf dan al-Khalaf adalah dalam subyek Tauhid al-Asma’ wa al-Sifat. Perkara ini berkaitan dengan cara memahami ayat-ayat al-Qur’an dan hadis yang memberitakan tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah. Ayat-ayat al-Qur’an dan hadis yang memberitahukan nama-nama dan sifat-sifat Allah digelar sebagai nas-nas al-Sifat. Khusus bagi hadis, ianya mesti memiliki sanad yang shahih dan maksud yang jelas, sebelum dapat diterima sebagai nas al-Sifat.
Salah satu contoh nas al-Sifat berdasarkan firman Allah adalah:
“Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Kuciptakan dengan kedua Tangan-Ku.” (Saad 38:75)
Pertama
Ahl al-Sunnah menerima dan menetapkannya sebagai salah satu sifat Allah tanpa bertanya atau memikirkan bagaimana tatacara, ciri-ciri dan bentuk (kaifiat) bagi sifat Tangan tersebut. Kaedah Ahl al-Sunnah dikenali sebagai kaedah al-Tafwidh yang berarti menyerahkan kaifiat sesuatu nas al-Sifat kepada Allah `Azza wa Jalla.
Ahl al-Sunnah terdiri dari generasi al-Salaf yang hidup sebelum tahun 300 Hijrah. Mereka inilah yang asalnya dikenali sebagai Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah. Sedangkan mereka yang berusaha mengikuti manhaj dan teladan generasi al-Salaf secara terperinci setelah 300 Hijrah disebut sebagai Salafiyyah atau Salafi.
Kedua
Ahl al-Zahir yaitu mereka yang memahami nas-nas al-Sifat secara zahir sehingga dikatakan Tangan Tuhan seperti tangan makhluk. Ini menjadikan Tuhan bertubuh dan memilki anggota badan. Ahl al-Zahir ini terbagi kepada dua bagian:
(a) Ahl al-Bid’ah yang dikenali sebagai al-Musyabbihah dan al-Mujassimah. al-Musyabbihah adalah orang-orang yang melakukan Tasybih yaitu menyerupakan Tuhan dengan makhluk-Nya. Sedangkan al-Mujassimah adalah orang-orang yang melakukan Tajsim yaitu menjasmanikan Tuhan seumpama makhluk-Nya. Mereka terdiri dari orang-orang yang memiliki ilmu dan kepakaran, tetapi masih mengikuti bisikan nafsu dan syaitan.
(b) Orang-orang awam yang salah memahami nas-nas al-Sifat. Mereka mencoba mengikuti pemahaman generasi salaf, tetapi tidak memahaminya secara tepat. Kadang kala mereka terpengaruh dengan faham al-Musyabbihah dan al-Mujassimah. Kesalahan mereka dimaafkan kalau itu tidak disengajakan.
Orang awam yang tersilap ini tidak bisa digelas sebagai Ahl Bid’ah. Ahl Bid’ah adalah gelaran yang hanya diberikan kepada orang-orang yang memiliki cukup ilmu namun masih mengikuti nafsu dan bisikan syaitan dalam mencipta hal-hal baru yang mencemari keaslian agama Islam. Mereka melakukan perbuatan tersebut untuk memelihara kedudukan di sisi masyarakat, menjaga status dan tidak mau mengakui apa yang mereka ajarkan selama ini adalah tidak benar.
Ketiga
Ahl al-Takwil yaitu mereka yang mengartikan nas-nas al-Sifat kepada istilah-istilah yang lain. Mereka ini umumnya hidup setelah 300 hijrah dan dikenali sebagai generasi al-Khalaf. Ahl al-Takwil menganggap nas-nas al-Sifat adalah sesuatu yang berbentuk kiasan saja (majaz) semata-mata karena mustahil bagi Allah untuk memiliki nama dan sifat seperti makhluk-makhluk-Nya. Menurut mereka nas-nas al-Sifat hanya sedikit sekali yang betul-betul menerangkan sifat Allah seperti al-Iradah, al-Qudrah, al-`Ilmu, al-Hayah, al-Basyar, al-Sama’ dan al-Kalam. Yang lainnya wajib dialihkan ke sesuatu yang lain untuk menghindari tasybih dan tajsim. Oleh karena itu istilah Tangan dalam ayat di atas, merek alihkan dengan cara menakwil kepada pengertian lain yaitu “kuasa”.
Pembagian kepada Ahl al-Sunnah, Ahl al-Zahir dan Ahl al-Takwil hanyalah pembagian yang berbentuk umum. Sebenarnya ia terbagi kepada malahan puluhan aliran pemahaman. Penyebab terbesar berpecahnya umat Islam adalah dalam subyek Tauhid al-Asma’ wa al-Sifat. Perpecahan ini disebabkan masing-masing aliran telah mendahulukan akal (logika dan teori) atas naqal (dalil-dalil wahyu al-Qur’an dan al-Sunnah yang shahih). Karena akal adalah sesuatu yang relatif, maka lahirlah berbagai macam aliran dengan teori masing-masing.
Sikap mendahulukan akal di atas naqal disebabkan ajaran-ajaran filsafat Yunani yang mulai mendapat tempat di kalangan sebagian orang Islam. Mereka menganggap ia sebagai bentuk ilmu yang bermanfaat sehingga diusahakan untuk diterjemahkan dan disebarkan ajaran-ajaran tersebut.
Sumber: Ringkasan kecil dari buku “Pembongkaran Jenayah Ilmiah” karangan Hafiz Firdaus Abdullah